Gereja Katolik Santo Aloysius Gonzaga Mojosongo - Surakarta

Sejarah Gereja St. Aloysius Mojosongo

Daftar Isi

Awal Mula Umat Berkembang di Perumnas Mojosongo

Mojosongo adalah salah satu dari lima kelurahan di kota Surakarta, dengan letak wilayah berada di ujung utara kota. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar di sebelah utara dan timur, dengan Kelurahan Jebres dan Tegalharjo di sebelah selatan, serta dengan Kelurahan Nusukan dan Kadipiro di sebelah barat. Ketinggiannya sekitar 80-130 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah mencapai 532.927 hektar. Per Semester 1 tahun 2019, menurut catatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surakarta, sebanyak 52.608 orang merupakan penduduk dari kelurahan ini, dengan rincian warga pria sebanyak 26.270 orang dan warga wanita sebanyak 26.338 orang. Berdasarkan profil yang tercantum dalam website resmi Kecamatan Jebres, Kelurahan Mojosongo terdiri atas 181 RT dan 35 RW (data tahun 2018) yang tersebar di 25 kampung dan 7 perumahan. Bagian perumahan dinamai dengan nama-nama gunung (kecuali Pelangi), yaitu Dempo, Malabar, Rinjani, Tambora, Lompobatang, Sibela, dan Pelangi. Perumahan Nasional Mojosongo merupakan salah satu dari bagian proyek Pelita III yang peresmian penghuniannya dilakukan oleh Presiden Suharto, dengan dihadiri oleh ibu negara Tien Suharto, Mensesneg Soedharmono, MenPU Suyono Sosrodarsono, Menpera Cosmas Batubara, Pangab Jenderal L.B. Moerdani, Dirjen Industri Kecil Gitosewoyo, serta Gubernur Jateng Ismail. Pada saat itu, jumlah rumah yang dibangun adalah 2194 unit, dengan jumlah total 1760 unit telah diselesaikan pada saat peresmian penggunaan, serta 434 unit diharapkan telah selesai pada bulan Maret 1984. Pembangunannya dipimpin oleh Ir. Latief Malangyuda, dengan menghabiskan biaya sebesar Rp5,6 miliar (20 persen dari bantuan pinjaman Pemerintah Belanda, serta tambahan dana senilai Rp500 juta berupa pengawasan dan

Selanjutnya »

Pendirian Gereja Wilayah

Meningkatnya jumlah umat yang berdomisili di Perumnas Mojosongo, menimbulkan pemikiran tentang perlunya mendirikan tempat ibadat yang layak sebagai simbol pemersatu umat. Awalnya, setiap minggu ketiga per bulan, umat berkumpul untuk merayakan ekaristi di SD Negeri Mojosongo V. Sebelum misa dimulai, umat bekerja sama membersihkan SD, membuka sekat-sekat kelas agar dua ruang kelas bisa dijadikan satu ruangan, menata kursi dan piranti perayaan lainnya. Pun demikian setelah perayaan ekaristi selesai dilaksanakan, umat masih harus mengembalikan keadaan kelas seperti semula. Memang pada saat itu, umat Katolik di wilayah Perumnas Mojosongo bersyukur bahwa mereka diizinkan untuk beribadah, merayakan ekaristi di tempat yang cukup layak. Namun demikian, keinginan untuk mempunyai tempat ibadat khusus atau membangun gedung gereja sendiri tetap ada, dan semakin lama semakin tumbuh kuat. Dilandasi dengan kebulatan tekad, maka pada tanggal 5 Oktober 1985, pengurus wilayah memberanikan diri mengajukan permohonan pendirian gereja kepada Pemerintah Kotamadya Surakarta. Menyadari bahwa langkah ini tentu tidak mudah, pengurus wilayah menyerukan kepada seluruh umat agar tekun berdoa, memohon berkat Tuhan agar berkenan memberikan anugerah berupa kesempatan mendirikan gereja di tengah-tengah Perumnas Mojosongo. Umat menjawab seruan ini dengan mengadakan novena se-wilayah di masing-masing lingkungan, dengan permohonan agar umat Katolik di Perumnas Mojosongo, diizinkan membangun Rumah Tuhan, membangun gereja sebagai tempat dan sarana beribadat yang layak. Mereka juga mengadakan tirakatan, dan mengumpulkan dana secara swadaya, sesuai dengan kemampuan finansial masing-masing, agar Impian mereka dapat terlaksana dengan baik. Gayung bersambut, Tuhan mendengar dan berkenan mengabulkan permohonan umatnya. Walikotamadya Surakarta pada saat itu, H.R. Hartomo, mengeluarkan izin pendirian gereja di atas tanah

Selanjutnya »

Pengembangan Wilayah Menuju Ke Paroki Mandiri

Tanggal 28 Januari 2000, masing-masing lingkungan di Wilayah Santo Aloysius Perumnas Mojosongo mulai mendapat nama santo dan santa pelindungnya. Pada saat itu, wilayah terdiri dari lima unit lingkungan. Adapun perubahan nama-nama lingkungan beserta santo dan santa pelindungnya adalah sebagai berikut: No. Nama Lama Nama Baru 1 Lingkungan I Dempo Lingkungan Dominikus Dempo 2 Lingkungan II Malabar Lingkungan Agustinus Malabar 3 Lingkungan III Rinjani Lingkungan Paulus Rinjani 4 Lingkungan IV Lompobatang Lingkungan Leonardus Lompobatang 5 Lingkungan V Sibela Lingkungan Thomas Aquinas Sibela Pada tahun 2003, melalui pendataan umat, diketahui bahwa Wilayah Santo Aloysius Perumnas Mojosongo memiliki jumlah umat sebanyak 1348 orang dengan 391 kepala keluarga. Seiring dengan pengembangan kewilayahan di Perumahan Samirukun yang terletak di Kelurahan Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, maka teritori Lingkungan Thomas Aquinas Sibela diperluas menjadi juga mencakup Perumahan Samirukun. Barulah pada tahun 2007, Perumahan Samirukun dimekarkan menjadi sebuah lingkungan mandiri dengan nama Lingkungan Maria Tak Bernoda Samirukun. Tahun 2013 merupakan salah satu tahun penting dalam sejarah perjalanan (saat itu) Wilayah Perumnas Mojosongo, karena Mgr. Johannes Pujasumarta mengirimkan Rm. Yohanes Kristiyanta dari Paroki Santa Theresia Liseux, Boro, untuk menjadi pastor pendamping di Wilayah Santo Aloysius Perumnas Mojosongo. Kegiatan perayaan Ekaristi hari Minggu pun ditingkatkan menjadi setiap hari Sabtu pertama, ketiga, dan keempat, sedangkan perayaan Ekaristi harian diadakan setiap hari Selasa, Kamis, Jumat, serta pada Jumat Pertama dengan adorasi. Pengembangan reksa pastoral paroki yang sesuai dengan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang pun mulai dirintis melalui tata kelola pastoral yang terdiri dari penggembalaan, harta benda, dan administrasi. Terhitung mulai tanggal

Selanjutnya »

Pembentukan Wilayah Pertama

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque sagittis hendrerit dictum. Ut non consectetur nulla. Aliquam erat volutpat. Integer id lectus auctor, faucibus lacus et, commodo est. Donec leo dui, mattis a turpis sed, imperdiet ornare neque. Cras semper volutpat scelerisque. Quisque quis odio non mauris vestibulum semper. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia curae; Duis efficitur ac odio lacinia euismod. Quisque imperdiet enim a arcu fermentum, non tempor lacus molestie. Duis pulvinar, dui vel imperdiet pulvinar, mauris tortor tincidunt ipsum, sodales auctor sapien ipsum in lectus. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Aenean ut gravida nunc. Fusce venenatis sapien id nisi tempor, non lacinia justo vehicula. Maecenas laoreet gravida metus, at tempor nulla feugiat vel. Donec vel efficitur dolor. Etiam vehicula a urna quis commodo. Ut scelerisque vulputate mi quis tincidunt. Nulla dictum nunc ac ipsum dapibus, at imperdiet ante ultrices. Vivamus vulputate dignissim leo ut venenatis. Integer interdum vel mi sit amet luctus. Sed id massa maximus, tempus sapien eu, condimentum mi. Duis ullamcorper sollicitudin metus, eu pulvinar nibh feugiat a. Proin augue ante, aliquet sed massa ac, pulvinar hendrerit lorem. Mauris at tellus vel lacus malesuada mollis. Proin suscipit libero ut nunc vehicula, at sodales ligula tincidunt. Etiam egestas erat vel eros congue, et tincidunt est semper. Fusce porttitor, nibh vitae iaculis tristique, nulla sem laoreet ante, id condimentum augue nisl eget mauris. Nullam dolor enim, dignissim nec ultricies ut, luctus hendrerit dolor.

Selanjutnya »

Menjadi Sebuah Paroki Mandiri

Tanggal 1 Juli 2018 menjadi hari terakhir Rm. Yohanes Kristiyanta mendampingi Paroki Administratif Santo Aloysius Mojosongo. Rm. Yohanes Kristiyanta mendapat tugas perutusan baru di Paroki Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga Dalem, Klaten. Sebagai gantinya, Rm. Agustinus Nunung Wuryantoko diutus menjadi pastor pendamping di Mojosongo. Dalam masa pendampingan yang terbilang singkat (hanya 1 tahun), Paroki Administratif Santo Aloysius Mojosongo telah berhasil menorehkan catatan penting dalam sejarahnya, yaitu untuk pertama kalinya melayani penerimaan Sakramen Penguatan kepada 173 krismawan dan krismawati oleh Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Agung Semarang. Penerimaan Sakramen Krisma tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Oktober 2018. Beberapa bulan selanjutnya, pada hari Jumat, 24 Mei 2019, paroki menerima kunjungan dari Tim Visitasi Keuskupan Agung Semarang untuk memastikan peningkatan status gerejawi dari paroki administratif menjadi paroki mandiri penuh. Hasil dari visitasi tersebut adalah surat keputusan dari uskup agung Semarang bernomor 0787/B/I/b-136 tertanggal 1 Juli 2019, yang menyatakan bahwa Paroki Administratif Santo Aloysius Mojosongo, berdasarkan pertimbangan mendalam dan hasil kunjungan dari tim Keuskupan Agung Semarang, ditetapkan untuk naik statusnya menjadi paroki mandiri penuh, dan berhak menyandang nama Paroki Santo Aloysius Mojosongo. Surat keputusan tersebut dibacakan dalam perayaan ekaristi khusus dalam rangka syukur atas penetapan status baru Paroki Santo Aloysius Mojosongo. Romo Agustinus Nunung Wuryantoko selanjutnya menjalani perutusan sebagai pastor kepala Paroki Santo Ignatius Loyola, Danan, Wonogiri mulai dari tanggal 19 Juni 2019. Pada tanggal tersebut juga dilaksanakan timbang terima dari Serikat Jesus Provinsialat Indonesia kepada Keuskupan Agung Semarang. Sebagai gantinya, maka Keuskupan Agung Semarang menugaskan Rm. Maternus Minarta, yang sebelumnya menjabat sebagai

Selanjutnya »

Masa Pandemi dan Recovery

Bulan November 2019, sebuah berita muncul dari Republik Rakyat Tiongkok, bahwa ada virus baru yang sebelumnya tidak diketahui, dan berpotensi menular secara cepat. Baru belakangan diketahui, bahwa virus tidak diketahui tersebut adalah Novel Coronavirus-19. Di Indonesia, khususnya wilayah Keuskupan Agung Semarang, pencegahannya dilakukan secara bertahap, mulai dari larangan menyediakan air suci di depan pintu masuk gereja, tidak dianjurkan untuk bersalaman pada saat Salam Damai, wajib memakai masker, hingga larangan berkegiatan di gereja sampai batas waktu yang belum ditentukan. Pada tanggal 19 Maret 2020, Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengeluarkan surat gembala bernomor 0332/A/X/20-13, yang menyatakan bahwa atas dasar pengamatan terhadap pola penularan Coronavirus-19 melalui media perjumpaan dengan banyak orang, masukan-masukan dan rapat dengan kuria keuskupan, maka seluruh kegiatan kegerejaan di wilayah Keuskupan Agung Semarang dari tanggal 20 Maret hingga 3 April 2020 ditiadakan. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: Namun, situasi yang berubah dengan drastis membuat Bapa Uskup segera mengeluarkan surat edaran terbaru bernomor 0338/A/X/20-15, tertanggal 23 Maret 2020. Dalam surat edaran tersebut, mempertimbangkan Dekrit Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen no. 153/20 tertanggal 19 Maret 2020 tentang Perayaan Pekan Suci di Masa Covid-19, kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta masukan dari berbagai pihak, maka rapat kuria keuskupan agung pada tanggal 23 Maret 2020 memutuskan untuk memperpanjang masa darurat peribadatan dengan meniadakan seluruh kegiatan kegerejaan yang melibatkan banyak orang sampai tanggal 30 April 2020 atau hingga keluar kebijakan baru. Perayaan Pekan Suci, Misa Mingguan, Misa Harian, dan Misa Ujud yang dilaksanakan di gereja, kapel, maupun lingkungan, diganti dengan siaran langsung melalui kanal

Selanjutnya »