Logo Paroki ini mendayagunakan dan mengkombinasikan warna-warni. Pilihan warna dan kombinasi dalam logo ini menyatakan suatu karakter yang dinamis, penuh kekuatan, dan berdaya pikat yang dihidupi dan menjadi ilham bagi warga Paroki. Di balik karakteristik ini, mengandung harapan kokoh bahwa seraya meneladan dan hidup dalam semangat cinta kasih Allah yang tercurahkan secara penuh dalam salib Yesus Kristus, dengan rendah hati, semoga warga Paroki semakin mampu mewujudkan peradaban kasih di tengah masyarakatnya melalui penguatan reksa pastoral paroki yang signifikan dan relevan
Semoga, logo ini selain memberikan inspirasi bagi pelayanan yang visioner paroki, juga menjadi pengikat yang membebaskan warga Gereja dari kesempitan cinta diri. Dengan demikian logo paroki ini terus-menerus menjadi tanda pengingat kita semua untuk semakin setia kepada Allah dalam pelayanan kepada segenap ciptaan-Nya.
Warna merah termasuk dalam kelompok warna panas yang memiliki daya untuk mempengaruhi sesama dalam banyak hal. Selain kuat dan agresif, merah menyalurkan kehangatan layaknya lidah-lidah api. Dalam liturgi Gereja Katolik, merah merujuk pada daya (kehadiran) Roh Kudus, kejayaan, kemenangan, pengurbanan diri. Itulah sebabnya, merah senantiasa mewarnai perayaan liturgi Minggu Palma, Jumat Suci, Pentakosta, peringatan dan pesta para martir.
Hati hendak menyatakan hati Yesus Kristus sendiri yang penuh belas kasih dan murah hati, yang menjadi dasar dalam pengembangan pelayanan pastoral paroki. Yesus sebagai gembala yang baik dan murah hati menjadi teladan dan inspirasi pelayanan Gereja di tengah umatnya dan masyarakatnya. Hati yang tulus dan rela, hati yang penuh belas kasih, hati yang penuh kemurahan, hati yang siap sedia menjadi motivasi dasar bagi setiap pelayanan.
Hati yang tidak terpisah dari salib menyatakan hati yang berani untuk berkorban seperti Kristus. Totalitas pelayanan menjadi komitmen bagi para pelayan-pelayan Gereja dan fungsionarisnya dalam melaksanakan tanggungjawab dan tugas pelayanannya di tengah umat dan masyarakat. Salib adalah tanda penyelamatan Allah yang menjadi pemenuhan janji-Nya kepada dunia. Melalui salib, kasih Allah yang paling berharga dinyatakan oleh Yesus Kristus. Ia mengorbankan semuanya agar semua ciptaan Bapa-Nya mengalami damai sejahtera. Pengorbanan yang menyeluruh dan radikal ini menyatakan kasih Allah yang tak berkesudahan.
Biasanya warna putih dimaknai sebagai tanda kesucian, tidak bercacat, perdamaian. Warna itu juga melambangkan Kristus yang dimuliakan oleh Bapa Surgawi. Putih juga dapat mengungkapkan harapan para gembala baik dan murah hati dalam usaha menjunjung tinggi tugas serta panggilan penggembalaan. Tugas dan panggilan ini bermeteraikan pelayanan, pengarahan dan bimbingan, serta keberadaan bersama dengan domba-dombanya. Putih, polos, tulus ikhlas dan tanpa pamrih dapat diidentikkan dengan kerendahan hati, pengampunan, pengorbanan, mendahulukan keselamatan sesama yang beragam dalam jenis, kepentingan, strata sosial.
Warna hijau melambangkan kesejukan, merupakan simbol dari alam, keberuntungan, dan sebuah kesehatan, bersifat menyegarkan, membangkitkan energi, memberikan efek menenangkan, menyejukkan, menyeimbangkan emosi, memberikan rasa bahagia, dan rasa percaya diri. Keindahan warna hijau ini dapat memberikan rasa aman dan perlindungan. Dari sisi filosofis, hijau banyak digambarkan sebagai simbol ketabahan dalam menjalani penderitaan, keinginan yang kuat serta menjadi gambaran keteguhan hati. Secara alami warna ini menjadi simbol simbol kesuburan, dan harimoni kehidupan. Dalam liturgi katolik, warna hijau dikenakan pada masa biasa. Ia adalah warna kehidupan dan harapan baru, melambangkan harapan setelah dicurahkannya Roh Kudus pada hari Pentakosta. Pada hari Pentakosta ini Sang Penolong yang dijanjikan hadir di tengah-tengah kita, dan lahir pulalah Gereja Katolik, yaitu Tubuh Kristus, tanda Kerajaan Allah di bumi.
Tiga garis hijau hendak menunjukkan tiga tata kelola pastoral yang menjadi tuntunan dalam pengembangan pastoral paroki yang baik, yaitu tata kelola administratif, tata kelola harta benda dan tata kelola penggembalaan. Tiga garis tersebut juga menyatakan tri tugas Kristus yang menjadi anugrah bagi umat beriman untuk ambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Tiga garis ini juga melambangkan cita-cita yang hendak dicapai sebagai bagian dari Gereja Lokal Keuskupan Agung Semarang dalam mewujudkan peradaban kasih yaitu Keberimanan, Martabat Manusia dan Kesejahteraan.
Coklat adalah warna netral yang memberikan kesan nyaman, keyakinan dan keamanan. Coklat juga memberikan aksen sederhana, anggun dan elegan. Energi dari coklat dapat mendorong komitmen. Warna coklat dapat melambangkan persahabatan karena sifatnya yang mewakili bumi. Secara psikologis warna coklat akan memberi kesan kuat dan dapat diandalkan. Warna ini melambangkan sebuah pondasi dan kekuatan hidup.
Simbol lingkaran ini dimaksudkan untuk menyatakan kebulatan, keutuhan, dan ketidakmenduaan otoritas yang memimpin, tangan yang melayani, hati yang dipanggil untuk terlibat mewujudkan keselamatan. Dengan demikian, lingkaran hendak menegaskan totalitas kepemimpinan yang melayani, bagaikan Sang Gembala Baik yang murah hati dan penuh belas kasihan, yakni Yesus Kristus.
Langit yang bersih dan jernih selalu berwarna biru. Warna biru bersifat menyejukkan dan penuh daya. Dalam tradisi gerejawi, warna tersebut dimanfaatkan untuk menandakan kebijaksanaan Ilahi, yang terus-menerus dihembuskan oleh Roh Kudus (bdk. Yoh 3:8). Roh Kudus, yang adalah Roh Yesus Kristus, itulah yang menghidupkan serta menguatkan semua orang yang percaya dan berserah kepada-Nya. Roh kebijaksanaan Ilahi itu juga yang menyemangati dari dalam para gembala baik yang tekun, tidak mudah menyerah, penuh harapan menghimpun, menyatukan, mencari dan menyelamatkan domba-domba (bdk Luk 19:10).
Lebih baik menjadi anak Allah daripada menjadi raja. Inilah salah satu motto hidup Santo Aloysius yang hendak diteladan dan menjadi gerak rohani Gereja untuk semakin dapat mewujudkan diri sebagai anak-anak Allah yang dihidupi oleh Roh Kudus (bdk. Roma 8:15) dan diutus membawa damai sejahtera (bdk. Matius 5: 9) di tengah-tengah arus zaman ini, yang diwarnai oleh konsumerisme, hedonisme, individualisme, sekularisme, kesenjangan sosial dan fanatisme agama.
Santo Aloysius adalah santo yang dipilih menjadi pelindung paroki dan sekaligus menyatakan semangat yang hendak diwujudkan secara khas dalam pengembangan pelayanan pastoral paroki selaras dengan teladannya. Santo Aloysius adalah pelindung bagi pelajar dan mahasiswa juga penuh belas kasih melayani orang-orang sakit hingga wafatnya.
Visi Paroki St Aloysius Mojosongo yang menyesuaikan pada Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang 2016-2035 yaitu Terwujudnya Peradaban Kasih dalam Masyarakat Indonesia yang Sejahtera, Bermartabat dan Beriman.Morbi pretium sed est tincidunt hendrerit.
Misi paroki yang berfokus pada Umat Katolik yang transformatif
Menumbuhkembangkan Gereja yang dewasa dan tangguh dalam melayani sesama terutama KLMTD demi terwujudnya kesejahteraan umum.
Meningkatkan partisipasi umat, baik laki-laki maupun perempuan, dalam memperjuangkan kebijakan publik yang bermartabat dan adil, melestarikan lingkungan sebagai rumah bersama dan nilai-nilai budaya setempat.
Menyelenggarakan formasio iman yang integral, berjenjang, dan berkelanjutan yang bercirikan cerdas, tangguh, misioner, dan dialogal.
Mengembangkan kerja sama lintas iman di berbagai tingkat dan berbagai bidang kehidupan yang menyangkut kesejahteraan, martabat manusia
SEKRETARIAT
Jl. Rinjani Raya No.27A, Mojosongo, Jebres, Surakarta
Senin-Kamis, Pukul 08:00 – 16:00 WIB
Jumat pagi, Pukul 08.00 – 11.00 WIB
Jumat sore, Pukul 17:00 – 19:00 WIB
Sabtu, Pukul 08:00 – 12:00 WIB
Minggu pagi, Pukul 08:00 – 10.30 WIB
Minggu sore, Pukul 16:00 – 19:00 WIB
Tel : 0271 852429
sekre@aloysiusmojosongo.org
Rekening BCA
a.n PGPM St. Aloysius Mojosongo
237 876 8771